Masa
Lampau
Tanarajae
dalam arti Bahasa Makassar berarti Tanah Raja, suatu tempat yang menjadi milik
raja (kerajaan) dan digunakan sebagai tempat pelantikan raja. Namun, ada pula
yang mengartikannya Tanarayae, yang artinya Tanah yang besar. Tanarajae adalah
satu satu daerah pesisir / kawasan tambak yang terletak di Desa Bontomanai,
Kecamatan Labakkang, sekitar 20 kilometer dari Pangkajene, ibukota Kabupaten
Pangkep.
Tanarajae
merupakan salah satu situs Kerajaan Labakkang, penerus dinasti Kerajaan
Lombasang. Bukti bahwa tempat ini merupakan tempat istimewa yaitu ditemukannya
“Batu Pallantikang”, suatu batu tempat berpijak raja yang akan dilantik serta
adanya Bungung (sumur) tempat pengambilan air suci, meskipun pusat pemerintahan
berada di Kamponga, Labakkang. Selain pernah menjadi tempat pelantikan raja,
menurut Syamsu Alam Dg Nyonri, salah seorang pemerhati budaya di Labakkang,
Tanarajae juga pernah menjadi markas pertahanan pejuang terkenal Labakkang yang
gigih melawan Belanda, yaitu La Maruddani Karaeng Bonto-bonto.
Terpilihnya
Tanarajae sebagai tempat tinggal Raja – raja Labakkang disebabkan karena sumber
kekayaan alamnya yang melimpah. Sawah paling subur di Tanarajae disebut Galung
Pangkajoa dan Sungguminasa terletak di sebelah timur dan selatan Kampung
Tanarajae, sedangkan di sebelah utara dan baratnya adalah kawasan empang
(tambak) seluas lebih dari 1000 hektar. Kesuburan Tanarajae bahkan seringkali
menjadi nyanyian Orkes Gambus Turiolo, suatu kesenian tradisional yang sampai
saat ini masih hidup dan lestari di Tanarajae.
“Tanarajae
Butta Masunggu
Butta
Pa’dinging dinginan
Manna
Galongkong
Nilamun
Mattimbo Ngaseng”
Artinya :
“Tanarajae
Tanahnya Surga
Tanah
yang Penuh Kesuburan
Biar
Tempurung Ditanam
Juga
akan Tumbuh.”
Kondisi
Masa Kini
Kini
Tanarajae tidak lagi dihuni oleh raja atau keturunan raja, meskipun sebagian
besar tambak yang melingkupi Tanarajae adalah milik keturunan bangsawan
Labakkang dan Segeri. Kampung Tanarajae
yang hanya seluas 10 hektar dan hanya dihuni 52 Kepala Keluarga (KK) tersebut
umumnya dihuni oleh para pekerja tambak. Mereka yang menjadi pemilik tambak di
Tanarajae adalah para keturunan bangsawan yang enggan tinggal di Tanarajae
karena terpencil dan dekat dengan pesisir / laut. Merekalah “penguasa
sebenarnya” dari Tanarajae yang tidak pernah menikmati kesejukan alam dan
kesuburan Tanarajae. Yang menikmati Tanarajae adalah para pekerja tambak itu,
hidup tenang dan nyaman dengan kekayaan alam di sekitarnya meski berstatus
“pekerja” dari para pemilik tambak.
Gerbang Masuk Kampung Tana Rajae' |
Umumnya
setiap KK pekerja tambak yang bermukim di Tanarajae mengelola 5 – 20 hektar
tambak dari tuannya, Karaeng-nya yang tinggal di kota. Mereka benar – benar
diberi kepercayaan penuh untuk mengelolanya dan sesekali mereka melaporkannya
ke kota, tak ada keharusan tapi mereka adalah orang – orang kepercayaan yang
tahu diri dan tahu adab. Faktor kepercayaan itu sudah diterima dan diwarisinya
dari orang tua – orang tua mereka yang dahulunya adalah pengabdi setia kepada
karaeng atau raja pada masa kerajaan masih berlangsung.
Kini
para pekerja tambak itu, selain melayani dan mengelola tambak karaengnya, juga
setiap saat meluangkan waktu melayani wisatawan mancanegara yang seringkali
datang berkunjung menikmati eksotisme alam Tanarajae yang subur. Bandeng dan Udang adalah lauk utama yang
mereka santap setiap hari, juga mereka siapkan buat tamu / wisatawan yang
datang. Masyarakat setempat dapat menemani wisatawan untuk mancing di empang
atau menyusuri sungai Tanarajae mencari kerang – kerangan dan menikmati
panorama senja di pantai pasir putihnya.
Kawanan burung bangau seringkali menjadi pemandangan yang sangat menarik
di Tanarajae serta menjadi destinasi antara menuju pulau – pulau Liukang
Tupabbiring terdekat.(*)
Source
Writer
- M Farid W Makkulau
Layouter
-Ahmad Ardian
Layouter
-Ahmad Ardian
0 komentar:
Post a Comment